^.^

WELCOME TO MUNGTYAS BLOG

LOGO UG

LOGO UG

TulisanQ

Semoga Bermanfaat

Membludaknya Penunggak Pajak yang Nakal

>> Senin, 01 Maret 2010

Pertama-tama kita bahas tentang pengertian pajak, fungsi pajak, dan syarat pemungutan pajak. Hal ini bertujuan agar kita benar-benar memahami dasar-dasar tentang pajak. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Fungsi pajak itu sendiri, antara lain:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
b. Fungsi mengatur (regulerend)
c. Fungsi stabilitas
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Selain itu, Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
d. Pemungutan pajak harus efesien
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak)

Meskipun pajak diatur dalam undang-undang dan dapat dipaksakan, masih banyak saja wajib pajak nakal melanggar kewajibannya tersebut. Dari tahun ketahun wajib pajak nakal ini semakin meningkat. Seperti yang dikatakan Direktur Jenderal Pajak Departemen Keungan Mochamad Tjiptardjo “kecenderungan wajib pajak nakal yang dibawa ke muka hukum semakin meningkat. Pada 2007 ada 27 wajib pajak bandel yang telah divonis bersalah. Setahun kemudian jumlah wajib pajak yang diadili sebanyak 34 orang dan tahun ini meningkat lagi menjadi 40 orang.” Beliau juga mengatakan wajib pajak yang dibawa ke pengadilan itu merupakan campuran antara perorangan dan badan usaha. Tjiptardjo menambahkan, diperlukan sikap tegas kepada wajib pajak nakal mengingat outstanding piutang negara mencapai Rp 51 triliun tahun ini. Penunggak pajak terbesar berasal dari badan usaha dan sisanya perorangan. Namun jumlah perorangan ini sangat kecil dibanding badan usaha. "Perbandingannya 70:30," kata Tjiptardjo. Ia memperkirakan, pada 2010 mendatang akan makin banyak wajib pajak yang akan diperkarakan. Pasalnya, pada tahun tersebut target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah sebanyak Rp 611 triliun. Jumlah tersebut telah mencakup pajak di sektor minyak dan gas serta nonminyak dan gas. (Rabu, 09 Desember 2009, TEMPO)

Seperti di Jawa Timur, Tak hanya 3 perusahaan tambang milik Bakrie Grup yang disangka mengemplang pajak Rp 2,1 triliun. Di Jawa Timur, ada 10 perusahaan yang tercatat sebagai penunggak pajak terbesar. Nilainya mencapai Rp 80 miliar. (http://surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=43067)

Mungkin salah satu penyebab banyaknya wajib pajak yang nakal karena terganggunya pelayanan pembayaran pajak. Sesungguhnya ada dua sumber masalah yang menyebabkan terganggunya pelayanan pembayaranpajak, yakni kondisi sistem teknologi informasi (TI) yang mendukung sistem pembayaran pajak dan faktor pembatasan jam pelayanan Bank Persepa kepada WP.

Bila sistem teknologi informasi kurang andal, itu jelas akan sangat menganggu sistem pembayaran pajak. Ini bisa kita lihat dari munculnya kata off-line di komputer para petugas penerima pembayaran. Ka-lau hal ini terjadi, berarti tidak terjadinya proses transfer data antara server MPN Cetaknya di Jakarta) dengan server Bank Persepsi (yang menampilkan menu pembayaran).

Terkait belum andalnya sistem TI, hal ini terjadi karena belum tersedianya menu untuk jenis setoran pajak tertentu, sehingga Bank Persepsi menolak pembayaran oleh WP Hal ini terjadi karena belum adanya standarisasi menu dan tampilan pada menu penerima pembayaran Bank Persepsi. Di sini pihak Bank Persepsi terpaksa merancang sendiri tampilan menu pembayaran, yang sangat mungkin kode jenis setoran tidak -entry.

Masalah lain adalah WP sudah memiliki NPWP, tapi belum terdaftar dalam database MPN Bank Persepsi, sehingga pembayaran pajaknya ditolak. Ini terjadi akibat belum di-transfernya data masterSle WP dari server KPP ke server Kantor Pusat Ditjen pajak atau belum dilakukannya pemuktakhiran data WP pada server MPN.

Pembatasan jam kerja pelayanan yang diterapkan Bank Persepsi hanya sampai 10.00 pagi juga menjadi masalah tersendiri. Padahal, Ditjen Perbendaharaan telah memperlakukan aturan jam pelayanan, termasuk pelayanan pembayaran pajak, yaitu sampai jam 14.00 siang.

Guna mengatasi permasalahan tersebut di atas, sudah saatnya sistem pembayaran pajak di Indonesia direvitalisasi. Tiga serangkai yang terlibat dalam kaitan pajak, yaitu Ditjen Perbendaharaan, Ditjen pajak, dan Bank Persepsi, harus menyadari arti penting perannya masing-masing.

TI merupakan masalah pertama yang harus mendapat penanganan segera. Setidaknya hal itu harus dimulai dengan memperbesar bandwidth untuk jalur komunikasi antar-server. Sistem ini harus mampu mengatasi jam sibuk, terutama pada batas akhir pembayaran pajak yaitu tanggal 10 dan tanggal 15 setiap bulannya.

Bank Persepsi harus menyediakan menu pembayaran pajak secara lengkap, termasuk menampung pembayaran pajak bagi masyarakat yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Bila perlu, pihak Bank Persepsi malah harus menyediakan coun/lerkhusus untuk pembayaran pajak.

Selain memberikan pelayanan terbaiknya, sudah sepantasnya pembayar pajak disamakan dengan, misalnya, nasabah platinum. Mereka layak mendapat pelayanan istimewa, punya privilis. Sejujurnya, pembayar pajak inilah sesungguhnya pahlawan bangsa. lihat saja, dari sisi struktur dan komposisi penerimaan pajak yang bisa kita lihat ternyata pembayar pajak penghasilan, PPh 21 (karyawan), adalah yang terbesar, bukan perusahan besar.
(http://74.125.153.132/search?q=cache:0Nz9l2sKtF0J:www.pajak.go.id/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D10191:revitalisasi-sistem-pembayaran-pajak%26catid%3D87:Berita%2520Perpajakan+site:pajak.go.id+PAJAK&cd=24&hl=id&ct=clnk&gl=id)
Selain itu, pemerintah harus lebih meningkatkan sangsi bagi wajib pajak yang nakal. Sangsi tersebut, antara lain :
Setiap orang yang karena kealpaannya :

• tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
• Setiap orang yang dengan sengaja :
-tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
• Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir b.
• Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
(http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/penyuluhan/kup/sanksi.htm).

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/12/09/brk,20091209-212861,id.html
http://surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=43067
http://74.125.153.132/search?q=cache:0Nz9l2sKtF0J:www.pajak.go.id/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D10191:revitalisasi-sistem-pembayaran-pajak%26catid%3D87:Berita%2520Perpajakan+site:pajak.go.id+PAJAK&cd=24&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/penyuluhan/kup/sanksi.htm

0 komentar:

Cari Blog Ini

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP