^.^

WELCOME TO MUNGTYAS BLOG

LOGO UG

LOGO UG

TulisanQ

Semoga Bermanfaat

ETIKA DALAM SUDUT PANDANG AGAMA (ISLAM)

>> Sabtu, 15 Oktober 2011

Sebelum membahas jauh tentang etika di pandang dari sudut agama islam kita harus mengetahui apa pengertian etika itu sendiri.

PENGERTIAN ETIKA
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethikos” , yang artinya “timbul dari kebiasaan. Etika sendiri merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain.

Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

PENGERTIAN AGAMA
Agama (Sanskerta, a = tidak; gama = kacau) artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio (dari religere, Latin) artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.

Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang supra natural) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau memperoleh keselamatan (dalam arti seluas-luasnya) secara pribadi dan masyarakat.

Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi (misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain) merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.

Sedangkan kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan agama agar manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang telah mengasihinya.

Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi (yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia); upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi.

Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah

Dari dasar pengertian inilah selanjutnya terjadi pengertian yang semakin berkembang, seperti apa yang kita kenal sampai sekarang. agama ialah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Sang Hyang/Yang Maha Kuasa, norma atau peraturan-peraturan mana dianggap kekal sifatnya.

Jadi, terdapat persamaan dan perbedaa antara etika dengan agama, yaitu Persamaannya sebagai berikut:
a. Pada sasarannya : baik etika maupun agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tercela
b. Pada sifatnya : etika dan agama sama bersifat memberi peringatan, jadi tidak memaksa
Perbedaanya sebagai berikut:
a. Pada segi prinsip : agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian (dengan segala syarat dan caranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian.
b. Pada bidang ajarannya : Agama membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia (alam fana dan alam baqa/akhirat). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di alam fana ini.
c. Agama (islam) itu sumbernya dari Allah SWT. Tetapi etika dengan macam jenis-jenisnya itu, sumbernya adalah dari pemikiran manusia (sesuai dengan aliran masing-masing).
d. ajaran dan pandangan etika, dapat diterima oleh agama.

Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya. Di sinilah pean orang tua dalam memberikan muatan moral kepada anak agar mampu memahami hidup dan menyikapinya dengan bijak dan damai sbagaimana Islam lahir ke bumi membawa kedamaian untuk semesta (rahmatan lilalamain)

Nilai Etika menurut Al Quran

Menurut Dwight M. Donaldson di dalam bukunya Studies in Muslim Ethics, terdapat beberapa konsep umum tentang etika dan moral yang digariskan oleh Allah melalui Al Quran iaitu :
• Duty to Allah : iaitu tanggungjawab dan rasa kehambaan kita kepada Allah. hal ini dijelaskan dalam surah Az Zariat ayat 56.
• Moderation : iaitu konsep wasatiyyah atau kesederhanaan. sikap melampau (ghullu) dalam takalluf (memberat-beratkan) serta taa'suf (bermudah-mudahkan) kerja kita adalah dilarang. Kita perlu sederhana dan istiqamah (berterusan) dalam beretika dan menjalankan kerja dengan baik. Islam bukannya agama yang memaksa dan menekan. Sifat 'sawwabit' ( pillar atau teras) adalah disertakan juga sifat 'mutaghaiyyirat' (akomondatif atau anjal) dalam pelaksanaan syariat. Jadi contohilah syariat dalam budaya kerja kita.
• Forgiveness : Segala kesalahan di dalam Islam ada pengampunannya. Seperti juga kesalahan dalam berorganisasi, juga perlu mengikuti procedur syarikat untuk mendapat kemaafan. Allah Maha pengampun dan Maha mendengar rintihan hambanya. Begitu juga sikap yang perlu ada pada setiap pengurus manusia yang juga terlibat dalam hal permasalahan sikap dan etika pekerjanya. Walaubagaimanapun bukan semua kesalahan mudah untuk dimaafkan dan diberi keampunan seperti dosa syirik. Dalam syarikat kesalahan membocor rahsia organisasi adalah kesalahan terbesar dan boleh dibuang pekerja berkenaan.
• Retaliation : Iaitu konsep pembalasan. Bezanya Islam dan sekular adalah kepercayaan kepada hari kebangkitan. Sikap futuristik Rasulullah dalam menilai akibat dan natijah segala perilaku kita menyebabkan kita akan selalu berjaga-jaga dalam segala urusan. Sekular mengajar manusia melihat dunia dan kemewahan sebagai matlamat. Sekiranya hilang matlamat pembalasan, manusia mula menjadi rakus dan tidak peka dengan nilai moral.
• Limited Liability : Ini adalah konsep had pertanggungjawaban. Setiap manusia adalah dipertanggungjawabkan kesalahannya sahaja. Manusia tidak mewarisi kesalahan nenek moyang. Mereka tidak akan ditanya tentang kesilapan orang lain. hal ini menfikan sikap sesetengah manusia yangs ering mengaitkan kepincangan individu terhadap latar belakang sosialnya yang mungkin buruk.
• Rewards : Iaitu pembalasan baik dan buruk manusia walaupun sekecil atom yang halus. Hal ini diceritakan dalam surah Al Zilzal (kegoncangan). Nilai anugerah dan pengiktirafan terhadap jasa dan kebaikan individu perlu ada pada setiap pengurus sumber manusia. Inilah yang mengharmoniskan hubungan majikan dan pekerja.

Moral dan etika dalam Islam dibawa pemahaman daripada perkataan akhlak. Akhlak adalah kata jamak (plural) kepada khuluq yang bermaksud tabiat, adab, maruah dan tingkah laku yang baik. Sifat baik di dalam Islam ada yang dinyatakan secara langsung dan ada yang diserta dalam ayat-ayat tertentu dan sunnah Nabi SAW.

Salah satu contoh nya Etika Berpakaian dan Berhias Dalam Islam
1. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : “Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
3. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari). Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
4. Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
5. Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
6. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
7. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari).
8. Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.
9. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih).
10. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih)..
11. Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani). (Untuk laki-laki putih dan hijau atau warna lain, kalu wanita gelap , bisa dilihat di kitabnya Syaikh ALBani ( “Jilbab Muslimah”
12. Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.
13. Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ هَذَا (الثَّوْبَ) وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ.“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya
14. Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’alaih).

Referensi : http://munawwarah.blogdrive.com/archive/39.html
http://alwi-muhammad.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

Read more...

Teori Etika

>> Jumat, 14 Oktober 2011

a. Pengertian Etika
Dalam kehidupan sehari-hari etika sangat penting dalam berkomunikasi karena menyangkut perasaan dan harga diri seseorang. Oleh karena itu kita diharapkan dapat memahami makna etika itu sendiri.

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethikos” , yang artinya “timbul dari kebiasaan. Etika sendiri merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain.

Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”


b. Norma Umum
Dalam etika, terdapat 3 norma umum, yaitu :
1. Norma Sopan Santun
Yaitu norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia, misalnya cara berpakaian atau duduk
2. Norma Hukum
Yaitu norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Norma Moral
Yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Morma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.

c. Teori Etika
Terdapat 2 teori etika, yaitu :
1. Etika Deontologi
Yaitu Menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Dalam teori ini, terdapat tiga prinsip yang harus dipenuhi:
- Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
- Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu-berarti kalaupun tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah di nilai baik.
- Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hokum moral universal.
2. Etika Teleologi
Yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu.

d. Fungsi Etika
• Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
• Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
• Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme

e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
• Kebutuhan Individu
• Tidak Ada Pedoman
• Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
• Lingkungan Yang Tidak Etis
• Perilaku Dari Komunitas

f. Sanksi Pelanggaran Etika :
• Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
• Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.

Referensi : http://susianty.wordpress.com/2010/11/21/teori-teori-etika/
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
bsanti.staff.gunadarma.ac.id/.../Teori++etika.ppt

Read more...

FILSAFAT ETIKA

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethikos” , yang artinya “timbul dari kebiasaan. Etika sendiri merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan seseorang. Kebutuhan akan refleksi itu akan dirasakan, antara lain karena pendapat etis seseorang tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :
1. Meta etika (studi konsep etika)
2. Etika normatif (studi penentuan nilai etika)
3. Etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

Jenis Etika

1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat, karena etika lahir dari filsafat.

Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Dalam etika terdapat dua sifat etika, yaitu :
a. Non-empiris: Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Praktis: Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

2. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.

Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

3.Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam etika. Terdapat tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai kedua etika ini, yaitu:
• Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
• Sintesis
Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
• Diaparalelisme
Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.

Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup

Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

Read more...

Cari Blog Ini

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP